Minggu, 28 November 2010

Makalah Akbid


BAB I
PENDAHULUAN

I.1     Latar Belakang
Sebagai tenaga kesehatan di tuntut agar dapat menjadi pekerja yang profesional, bukan hanya sekedar ucapannya tetapi yang lebih mendasar adalah apa yang di lakukannya. Bukan hanya karena disiplin ilmunya yang menuntutnya untuk harus bekerja secara profesional, tetapi karena tenaga kesehatan juga mendapat wewenang langsung dari pemerintah yang menyangkut tugas dan kewajibannya. Dewasa ini setiap tenaga kesehatan tidak hanya dapat mengerjakan tugasnya secara individu, tetapi juga dituntut untuk dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, baik perawat, bidan, dokter, maupun kesehatan masyarakat. Yang di samping itu mempunyai wewenag tersendiri.

I.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
Ø Bagaimana cara pelayanan profesional yang baik pada pekerjaan perawat,bidan, dokter dan kesehatan masyarakat tenaga kesehatan?
Ø Bagaimana perbedaan wewenang pemerintah terhadap setiap tenaga kesehatan?




















BAB II
PEMBAHASAN

II.1.     Kewenangan pemerintah pusat  yang meliputi:
II.1.1. Keperawatan

Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional dapat menjadi pekerjaan profesional.
Perawat berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini Berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983, dalam pertemuan itu,disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional. Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis. kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja.
     Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.Tuntutan perubahan paradigma tersebut  tidak mencerminkan kondisi dilapangan yang sebenamya,  hal ini dibuktikan banyak perawat di berbagai daerah mengeluhkan mengenai maraknya razia terhadap praktik perawat sejak pemberlakuan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
     Pelayanan keperawatan diberbagai rumah sakit belum mencerminkan praktik pelayanan mutesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas rutin seorang perawat (gizi-net.org . 2002). Bukti lain (Sutoto, 2006) berdasar penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat UI di dua Puskesmas kota dan desa, 92% perawat melakukan diagnosis medis dan    93 % membuat resep.
            "Hasil penelitian itu menunjukkan betapa besar peran perawat di masyarakat, namun tidak diakui." Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 2 Magister Kebijakan dan Manajemen pelayanan dan Kesehatan Nasional, Peraturan pemerintah Nomor 32 tahun 2001 tentang Tenaga kesehataan Nasional,serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan  serta 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat lebih mengukuhkan perawat sebagai profesi di Indonesia, kewenangan perawat dalam menjalankan tugas profesi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan tersebut sehingga perawat mempunyai legitimasi dalam menialankan praktik profesinya.Walaupun belum diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang profesi perawat yang memberikan batasan wewenang pekerjaan dari perawat profesional.
            Seorang perawat harus menyadari bahwa terbitnya Kepmenkes RI Nomor 1239 tahun 2001 bukan merupakan keberhasilan perawat sebagai tenaga profesional secara otomatis, tetapi harus menjadikan motivasi bagi tenaga perawat untuk meningkatkan kompetensi, tanggung jawab serta tanggung gugat.

II.I.2. Kebidanan

     Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meminta Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 0202 tentangizinpraktik bidan direvisi. Peraturan itu dinilai membatasi ruang gerak bidan dalam melayani masyarakat yang ingin ikut program keluarga berencana (KB).
     Pembantu Pelaksana Tugas (Pit) Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Nelly Nangoy mengungkapkan,pada Pasal 12 dari peraturan tersebut menyebutkan, bidan hanya bisa memberikan layanan kontrasepsi berupa pil, kondom, dan suntik. Adapun pemasangan IUD harus dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan dokter dan pemasangan impian tidak boleh dilakukan bidan. "Kalau ini jadi diterapkan, hampir dipastikan program KB bisa rontok. Selama ini bidan adalah ujung tombak KB dan perempuan lebih banyak datang ke bidan bila ingin mendapat layanan kontrasepsi karena merasa sesama perempuan," keluh Nelly di sela acara lndonesia-Singapura Bakti Sosial (ISBS) XVm 22-23 Februari 20l0,di Tanjung Batu, Karimun, Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.
     Jika bidan hanya boleh memasang IUD dengan pengawasan dokter, artinya bidan hanya bisa bertugas di rumah sakit dan layanan bidan swasta bakal tutup.Padahal, jarang ada dokter mau bertugas hingga ke pelosok-pelosok dan melakukan tindakan pemasangan impian dan IUD.
      Metode kontasepsi IUD dan impian sendiri merupakan senjata andalan dari BKKBN guna menekan tingkat fertilitas (kelahiran). Metode tersebut masuk Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), di samping tubektomi dan vasekfomi. Sekali pasang, impian bisa bertahan selama-3 tahun, sedangkan IUD bisa 10 tahun. Karena itu, metode IUD dan impian sangat cocok diberikan pada daerah'daerah terpencil yang masih sulit terjangkau.
     Menurut Nelly, dari penggunaan KB mantap seperti IUD dan impian sangat rendah. Dari 7'5 juta peserta KB baru pada 2009,hanya 12,5% yang ikut KB mantap. Sisanya lebih banyak menggunakan pil dan suntik yang menuntut disiplin dari peserta agar tidak lupa mengulang dalam jangka waktu tertentu.
     Kepala BKKBN Sugiri Syarief di tempat terpisah mengatakan, secara kultur sulit jika layanan pemasangan kontrasepsi diberikan hanya pada profesi dokter. Pasalnya perempuan di daeratr terkadang sungkan memasang alat kontasepsi pada laki-laki dan lebih memilih bidan.
     Ketua umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Hami Koesno mengaku sempat kaget dengan hadirnya Permenkes ini. Namun katanya, pascabertemu dengan BKKBN dan sejumlah organisasi profesi, Kementerian Kesehatan telah sepakat untuk mengubah format ini. Hami menambahkan, untungnya Permenkes ini belum sempat tersosialisasi, sehingga tidak terlalu menimbulkan kehebohan di masyarakat. (Tlc/S-4)

II.1.3.Kedokteran
A.    Dasar Pemikiran Undang-Undang Praktik Kedokteran Dan Dibentuknya KKI

     Undang-undang Praktik Kedokteran merupakan terobosan dalam memperbaiki mutu pendidikan dan pelayanan praktik kedokteran dan kedokteran gigi di Indonesia. Undang-undang ini memberikan pemahaman kepada setiap dokter dan dokter gigi, bahwa dalam menyelenggarakan praktik kedokteran harus memenuhi standar kompetensi tertentu sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan medik secara profesional dan aman. Unhrk mencapai kondisi ini Undang- 2 Renstra KKI2005 - 2010Renstra KKI2005 -2010 undang Praktik Kedokteran menegaskan perlu adanya Konsil Kedokteran Indosesia (KKI) sebagai pihak yang sangat berperan dan stratejik, untuk menjalin kerjasama secara harmonis dan sinergis dengan pihak-pihak lain yang juga turut mendapat amanah yaitu Organisasi Profesi, Kolegium, Institusi Pendidikan, Rumah Sakit Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Departemen Pendidikan Nasional. Dengan demikian secara luas pembentukan KKI mempunyai tujuan: Pembinaan pendidikan dan praktik dokter dan dokter gigi; Perlindungan masyarakat yang membutuhkan pelayanan praktik Kedokteran dan Kedokteran Gigi; serta Pemberdayaan organisasi profesi. Selanjutnya sebagai implementasi Undang-undang Praktik Kedokteran, dan kaitannya dengan fungsi, tugas dan wewenang KKI seperti yang tercantum dalam pasal 6, 7 dan 8 maka disusunlah rencana strategi Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2005-2010. Penyusunan ini diperlukan agar pencapaian tujuan tersebut diatas dapat dilakukan secara berhasil dan berdaya guna sesuai dengan yang diamanahkan dalam Undang-undang Praktik Kedokteran.

B.    Pemantauan Lingkungan Situasi Saat Ini
     Pada dekade terakhir tidak sedikit permasalahan yang muncul di masyarakat yang diakibatkan antara lain oleh interaksi didalam praktik dokter dan dokter gigi. Pada hakekatnya praktik kedokteran bukan hanya interaksi antara seoftrng dokter atau dokter gigi terhadap pasiennya, akan tetapi lebih luas mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan profesionalisme seorang dokler dan dokter gigi pada saat memberikan pelayanan. Profesionalisme dokter dan dokter gigi tidak terlepas dari situasi pendidikan dokter dan dokter gigi saat ini yang memang masih sangat bervariasi mutunya. Dengan demikian untuk mencapai profesionalisme tersebut berbagai kondisi harus dapat diantisipasi oleh KKI yang kemudian untuk selanjutnya akan disusun langkah-langkah stratejik berupa prognm beserta kegiatannya. Kondisi yang dapat diidentifikasi saat ini antara lain :

1.   Tuntutan masyarakat
Meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik serta makin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap praktik dokter dan dokter gigi. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya tuntutan hukum oleh masyarakat, yang sering kali diidentikan dengan kegagalan upaya penyembuhan dan ketidak-mampuan dokter dan dokter gigi. Sebaliknya 4 Renstra KKI 2005 – 2010 Renstra KKI2005 – 2010 apabila tindakan medis yang dilakukan berhasil, maka dianggap sebagai hal biasa. Dokter dan dokter gigi dengan perangkat ipteknya pada dasarnya berupaya menyembuhkan pasien, akan tetapi penerapan iptek yang dimilikinya tidak selalu identik dengan penyembuhan pasien. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang turut menentukan keberhasilan perawatan antanlain kondisi pasien, sistem pelayanan kesehatan, sistem pembiayaan dan profesionalisme dokter dan dokter gigi. Berkaitan dengan tugas KKI permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan medik serta pemberian kepastian hukum bagi masyarakat, serta dokter dan dokter gigi, merupakan salah satu program prioritas untuk segera ditangani.

2.   Jumlah, Distribusi dan Registrasi Dokter dan Dokter Gigi  
Sampai saat ini berapa jumlah dokter, dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran belum didapatkan angka yang akurat. Sebagai konsekuensinya berapa produksi dokter dan dokter gigi yang harus dihasilkan institusi pendidikan masih sulit diprediksi. Demikian pula dengan distribusinya yang belum merata karena sebagian besar praktik dokter dan dokter gigi berkumpul di kota-kota besar. Dengan demikian target pencapaian ratio dokter : masyarakat sebesar l:2.500 dan dokter gigi : masyarakat sebesar 1:10.000 di tahun 2010, masih jauh untuk bisa dicapai. Tidak adanya registrasi ulang mempersulit prediksi jumlah dan distribusi dokter dan dokter gigi yang aktif dalam sistem pelayanan medik. Oleh karena itu upaya registrasi perlu segera dilaksanakan mengingat (l) secara tak langsung akan berdampak pada upaya dokler untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan mediknya. (2) jumlah dan distribusi dokter di Indonesia dapat dipetakan, sehingga berguna dalam pemerataan pelayanan medik oleh pemerintah serta pengendalian produksi dokter. (3) Registrasi dan registrasi ulang oleh KKI berdampak pada pengendalian kualitas kompetensi yang telah distandarkan dan akan memberi kepastian hukum bagi masyarakat, serta dokter dan dokter gigi.

3.   Standar Kompetensi Dokter dan Dokter Gigi, serta Standar Pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Pada saat ini penyelenggaraan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi mengacu pada Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia III (KIPDI III) dan Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Gigi lndonesia II (KIPDGI II) yang telah disusun bersama antar institusi pendidikan (Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi) di lndonesia. Pada kenyataannya kualitas lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi sangat bervariasi karena buku acuan yang digunakan hanya berupa buku acuan kurikulum dan bukan berupa buku standar pendidikan. Standar Kompetensi tidak termasuk dalam buku Kurikulum Inti yang digunakan pada saat ini. Beragamnya kualitas lulusan pendidikan dokler dan dokter gigi di Indonesia dapat menimbulkan masalah dalam melakukan praktik kedokteran dan kedokteran gigi bagi masyarakat. Sehubungan dengan hal ini diperlukan suatu standar nasional pendidikan profesi dokter dan dokter gigi di Indonesia, yang mencakup standar input, proses dan output yang mengacu pada kondisi masyarakat Indonesia sekaligus pada standar global.

4.   Pembinaan Praktik Dokter dan Dokter Gigi
Pada saat ini pembinaan praktik dokter dan dokter gigi dilakukan oleh berbagai pihak dengan cara yang kurang terintegrasi. Demikian 6 Renstra KKI 2005 – 2010 pula pembinaan tidak selaras dengan sistem pelayanan kesehatan lainnya sehingga tetjadi model pelayanan medik yang kurang terintegrasi. Undang-undang Praktik Kedokteran pada dasarnya menghendaki adanya pelayanan medik yang terstruktur dan terintegrasi antar berbagai pihak terkait dengan pelayanan oleh dokter dan dokter gigi yang profesional. Berkaitan dengan hal ini pembinaan praktik juga harus dilaksanakan secara terpadu dan harmonis oleh berbagai pihak karena menyangkut pembinaan praktik kedokteran yang terkait dengan bidang etik dan pengembangan ilmu. Kondisi ini merupakan tantangan bagi penerapan Undang-undang Praktik Kedokteran , karena pada saat ini dokter dan dokter gigi dalam praktik sehari-harinya terbiasa bekerja dengan pola yang belum mengacu kepada standar profesi dan aturan main yang jelas.

5.   Pasar Global
Globalisasi menimbulkan ancaman sekaligus tantangan bagi praktik dokter dan dokter gigi di Indonesia. Berupa ancaman karena dokter atau dokter gigi asing dengan berbagai kualitas dimungkinkan praktik di Indonesia di masa yang akan datang. Dari segi positif sebetulnya hal ini merupakan tantangan sekaligus kesempatan untuk meningkatkan kualitas praktik dokter dan dokter gigi agar dapat bersaing dengan para dokter asing tersebut. Undang-undang Praktik Kedokteran merupakan pemicu untuk mengembangkan kompetensi dokter dan dokter gigi menuju standar nasional, yang sekaligus mengacu pada standar internasional. Karena itu pada saat ini penyesuaian dan peningkatan kompetensi dokter dan dokter gigi memerlukan percepatan yang signifikan.

6.   Penerapan Undang-Undang Praktik Kedokteran
Penerapan Undang-undang Praktik Kedokteran akan berbeda-beda diberbagai daerah berkaitan dengan kewenangan daerah sesuai dengan UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Agar Undang-undang Praktik Kedokteran dapat diterima dan diterapkan secara lancar di berbagai daerah maka diperlukan koordinasi dan kerjasama yang harmonis antara pihak KKI dengan Pemda di berbagai provinsi / kabupaten di seluruh Indonesia.

7.   Undang-Undang Praktik Kedokteran menuntut KKI bekeria secara efisien dan professional
Untuk mencapai hal ini KKI harus didukung oleh kesekretariatan yang handal serta fasilitas prasaxana dan sarana yang memadai. KKI terdiri dari 17 anggota yang mempunyai kemampuan, komitrnen dan komunikasi yang baib yang diharapkan mampu menyusun kebijakan dan stategi demi tereapainya praktik dokter dan dokter gigi secara profesional sesuai standar yang telah ditentukan. KKI dalam bekerjanya dibantu oleh seorang sekretaris dan didukung oleh sekretariat yang berasal dari departemen Kesehatan. Untuk mencapai kinerja yang maksimal masih diperlukan harmonisasi antara anggota KKI dan seluruh jajaran sekretariat. Sehubungan dengan fasilitas, saat ini KKI belum didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai. Fasilitas yang digunakan terbatas pada apa yang diberikan oleh Departemen Kesehatan, padahal melihat pada lingkup kerjanya KKI harus didukung oleh sarana gedung dan sistem teknologi informasi yang dapat menjangkau secara nasional bahkan internasional. KKI diharapkan akan berkembang menjadi lembaga independen yang handal dan terpercaya, karena 8 Renska KKI2005 -2010 memilki dasar hukum yang kuat rnelalui Undang-Undang Praktik Kedokteran. Namun demikian KKI masih harus bekerjasama dengan berbagai pihak lain yang terkait dengan praktik kedokteran agar Undang- Undang Praktik Kedokteran terlaksana dengan baik, misalnya dengan kepolisian, lembaga legislatif dsb.

C.    Harapan Dan Kebijakan Stakeholders
Harapan dan kebijakan stakeholders yang akan dijelaskan berikut ini adalah berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Praktik Kedokteran.

1. Departemen Pendidikan Nasional
1.1 Kebijakan Nasional Dalam Bidang Pendidikan Kedokteran Dan Kedokteran Gigi.
1.1.1    Dengan diberlakukannya Undang-Undang Praktik Kedokteran maka pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Gigi mengacu pada Undang-Undang Praktik Kedokteran (lex specialis). Dalam hal yang tidak diatur dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran maka pendidikan ini masih mengacu pada UU yang bersifat umum seperti Sistem Pendidikan Nasional.

1.1.2 Pemberdayaan organisasi profesi dankolegium lebih ditingkatkan sebagai cerminan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan pendidikan dan pembinaan lulusan.

1.2 Pengawasan Mutu Pendidikan Kedokteran Dan Kedokteran Gigi
Pengawasan mutu dilakukan secaxa internal dan eksternal. Secara internal (audit intemal) dilakukan sendiri oleh institusi pendidikan dan merupakan bagian dari sistem penjaminan mutu setempat. Secara eksternal dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BAN PT) atau oleh lembaga akreditasi mandiri serupa yang dibentuk oleh BAN PT, KKI dan berbagai pihak terkait yang khusus melakukan kegiatan ini.

1.3 Pembukaan Dan Penutupan Program Studi Dan Institusi Pendidikan   Kedokteran Dan Kedokteran Gigi.
1.3.1 Pembukaan dan penutupan progam studi dan institusi pendidikan   sangat erat kaitannya dengan standar pendidikan profesi yang harus ditetapkan dan disahkan oleh KKI.
1.3.2  Suatu program studi dan institusi pendidikan baru dapat dibuka apabila telah memenuhi standar dan kriteria yang telah disahkan oleh KKI. Namun demikian izin pembukaan tetap dikeluarkan oleh pihak pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional).
1.3.3 Suatu progam studi dan institusi pendidikan dapat sewaktuwaktu ditutup apabila tidak memenuhu standar dan kriteria yang telah disahkan oleh KKI. Selanjutnya pihak pemerintah akan mencabut izin penyelenggaraan pendidikan tersebut. 10 Renstra KKI2005 -2010

1.4 Program Evaluasi Dan Adaptasi Bagi Dokter Dan Dokter Gigi Lulusan Luar Negeri.
Tatacara prosedur progam evaluasi dan adaptasi dokter dokter gigi lulusan luar negeri dilakukan bersama antara KKI, Kolegium dan Institusi Pendidikan.
2. Departemen Kesehatan
2.1 Kriteria dan tatacara pemberian Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai syarat untuk praktek dokter dan dokter gigi dapat berkoordinasi dengan Departemen Kesehatan. Hal ini berkaitan dengan peraturan menteri kesehatan yang akan dikeluarkan berkenaan dengan izin praktik yang harus dimiliki oleh setiap dokter / dokter gigi yang akan melakukan praktik di Indonesia.
2.2 Kriteria dan tatacara bagi dokter dan dokter gigi asing yang ingin praktik di Indonesia harus diatur bersama oleh berbagai pihak antara lain oleh Departemen Kesehatan, Departemen pendidikan Nasional, KKI, Departemen Tenaga Kerja dsb. KKI mempunyai posisi strategis untuk melakukan sinergi pihak-pihak tersebut dalam mengatur tenaga asing dokter atau dokter gigi yang ingin bekerja di Indonesia.

3. Organisasi Profesi dan Kolegium
3.1  Organisasi Profesi dan Kolegiurn merupakan pihak yang bertanggung jawab secara akademik dan profesi atas kualitas dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik di Indonesia.
3.2  Sehubungan dengan hal ini maka sertifikat kompetensi hanya dikeluarkan oleh Kolegium dan merupakan persyaratan mutlak bagi pengurusan STR di KKI.
3.3 Kolegium sebaiknya terlibat dalam pendidikan profesi dokfer dan dokter gigi.

4. Institusi Pendidikan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
4.1 Institusi pendidikan Kedokteran dan Kedokteran gigi merupakan sarana pendidikan dan pelatihan bagi dokter dan dokter gigi untuk mencapai pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
4.2 Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pihak institusi pendidikan harus menyediakan SDM yang handal profesional, termasuk sarana Rumah Sakit Pendidikan.
4.3 Padatahap pematraman dan pengembangan ilmu pengetahuan (pendidikan akademik), institusi pendidikan tinggi memegang peran tertinggi. Pada tahap pendidikan profesi akan dilakukan bersama-sama dengan pihak kolegium. 12 Renstra KKI2005–2010

D.   Konsil Kedokteran Indonesia

1.)    Definisi
Di dalam penjelasan umum Undang-Undang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa KKI merupakan suatu badan otonom, mandiri, non sbukhral dan independen yang menjalankan fungsi regulator, terkait dengan peningkatan kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.

2.)    Fungsi
Fungsi utama KKI menurut Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah fungsi pengaturan, penetapan, pengesahan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medik. Fungsi ini mencerminkan tugas KKI yang mencakup:
1. Registrasi dokter dan dokter gigi ;
2.  Pengesahan standar kompeteidsi dokter dan dokter gigi serta standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi ; dan
3.  Pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang          dilaksanakan standar lembaga terkait sesuai dengari fungsi masing-masing.

3.) Wewenang
Di dalam menjalankan tugasnya KKI mempunyai wewenang:
1. Menyetujui dan menolak permohonan regishasi dokter dan dokte rgigi;
2.  Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
3.  Mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
4. Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
5. Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi ;
6. Melalrukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi professi ; dan
7. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

4.) Peran
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa peran KKI adalah sebagai regulator dan auditor baik dalam bidang pendidikan profesi, registrasi dan pembinaan praktik dokler dan dokter gigi.
1. Peran KKI sabagai Regulator meliputi :
a. Bidang pendidikan yang bertujuan untuk memelihara   dan meningkatkankualitas pendidikan profesi Kedokteran dan Kedokteran Gigi.
            b. Bidang pelaksanaan praktik kedokteran yang bertujuan
14 Renstra KKI2005 – 2010
Renstra KKI2005 – 2010
untuk memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan medik.
c.  Bidang pembinaan masyarakat yang bertujuan untuk  menyadarkan masyarakat akan kewajiban dan haknya dalam mendapatkan pelayanan medik yang berkualitas.
Peran KKI sebagai Auditor meliputi:
a. Asesmen Pendidikan Profesi Kedokteran dan Kedokteran Gigi yang meliputi input, proses dan output yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas lulusan yang sesuai standar pendidikan.
b.  Asesmen Pelayanan Kedokteran yang bertujuan untuk menyediakan pelayanan medik yang aman bagi masyarakat.

5.) Struktur Organisasi
KKI terdiri atas Konsil Kedokteran (KK) dan Konsil Kedokteran Gigi (KKG). Anggota KKI terdiri dari  17 orang yang mewakili pihak-pihak yang mendapat amanah dari Undang-Undang Praktik Kedokteran yaitu organisasi profesi dan kolegium, institusi pendidikan, rumah sakit pendidikan, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional dan wakil masyarakat.

E.    Strategi Utama dan Sasaran
Strategi utama (Grand Strategy) mencerminkan kegiatan utama KKI dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan ini merupakan terobosan dalam mencapai sasaran KKI. Strategi utama dan sasaran KKI juga mengacu pada Visi dan Misi KKI yang tertera pada bab IV.
Strategi Utama KKI
1. Menerapkan sistem registrasi & monitoring dokter dan dokter gigi secara online di seluruh Indonesia.
Sasaran:
1.1  Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran telah teregistrasi dan terjamin kompetensinya.
1.2 Sistem monitoring dokter dan dokter gigi berfungsi secara efektif dan online di seluruh Indonesia.
2. Menegakkan profesionalisme dokter dan dokler gigi dalam praktik kedokteran.
Sasaran:
2.1 Setiap dolter dan dokter gigi menerapkan profesionalisme dalam praktik kedokteran.
2.2 Setiap pasien memperoleh jaminan praktik kedoLderan yang aman.
3. Memastikan penerapan standar nasional pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.
Sasaran:
3.1 Setiap institusi pendidikan dokter dan dokter gigi telah menerapkan standar nasional pendidikan profesi.
3.2 Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Berkelarutan Kedokteran dan Kedokteran Ggi.
3.3 Setiap perkembangan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di Indonesia memenuhi rambu dan aturan yang jelas.
4. Meningkatkan kemitraan dengan organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah untuk menerapkan praktik kedokteran yang melindungi masyarakat.
Sasaran:
4.1  Seluruh masyarakat menyadari hak dan kewajibannya memperoleh perlindungan hukum dalam praktik kedokteran.
4.2 Setiap dokter dan dokter.gigi memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan praktik kedokteran.
4.3  Setiap organisasi profesi, instansi pemerintatr dan non pemerintah menjalankan perannya dalam melaksanakan
       UU Praktik Kedokteran
       20 Renstra KKI 2005 – 2010

II.1.4. Kesehatan Masyarakat
Sejak adanya kebijakan otonomi daerah di Indonesia mulai tahun 1999, pemerintah dearah (local goverment) mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengelolah pemerintahan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat hanya mempunyai kewenangan dalam enam bidang, diantaranya politik luar negeri, pertahanan, yustisi, moneter/fiskal dan agama. Selebihny4 kewenangan urusan pemerintahan didesentralisasikan kepada pemerintah daerah.
Salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah adalah bidang kesehatan. Dalam era desentralisasi, konsep pengelolaan kesehatan secara seharusnya menggunakan pendekatan kemasyarakatan. Artinya, pembangunan bidang pelayanan kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Bagaimanapun juga, kandungan makna substansial dari desenhaliasi adalah bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan bagi kehidupan masyarakat di daerah. Dengan begitu pembangunan akan lebih optimal.
Dalam visi misi Departemen Kesehatan yang sekarang berubah menjadi Kementerian Kesehatan tahun 1999 disebutkan, desentralisasi bidang kesehatan diharapkan mampu mewujudkan Indonesia sehat 2010. secara detail, visi itu ingin membangun generasi bangsa yang sehat dengan ditandai masyarakatnya yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Tidak hanya itu, masyarakat juga mampu berperilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu caranya masyarakat harus mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Sementara misi Kementerian Kesehatan adalah melakukan pembangunan untuk mendorong kemandirian masyarakat menuju hidup sehat,
Namun rupanya realisasi visi misi yang dicanangkan Kementerian Kesehatan itu saat ini belum maksimal. Banyak contoh untuk menuqiukanya. Diantaranya kasus di Riwati (35), warga Kampung Warung Bongkok RT 06/07 Bekasi tak berdaya di atas kasurnya. Menurut laporan
Radar Bekasi (Rabu, 09/06/10), penderita penyakit molahidatidosa (hamil angur) itu tidak mendapat layanan optimal dari Rumah Sakit Daerah Kabupaten Bekasi. Padatral sebagai warga miskin, Sriwati mengaku sudah mengurus semua syarat untuk mendapat pelayanan kesehatan dari rumah sakit. Namun namun pihak rumah sakit selalu mempersulitnya. Contoh lainnya adalah maraknya kasus balita merokok. Ada Sandy Asal Malang Jawa Timur dan ada Ardi Rizal asal Banyuasin Sumatera Selatan. Fakta itu menunjukan lingkungan bersih dan sehat yang dicanangkan Kementerian Kesehatan masih belum berhasil. Banyak kalangan berpendapat perilaku Sandy dan Ardi tersebut dipengaruhi adanya faktor lingkungan sosial di sekitar anak yang tidak sehat.
Sementara itu, berbagai program kesehatan dicanangkan Kementerian Kesehatan seperti jaminan masyarakat (Jamksesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan Pos Kesehatan Desa @oskesdes) juga belum maksimal. Bila diamati, program-program itu hasilnya masih nihil sebagai sistem perdamin kesehatan masyarakat. Sepeni jamkesmas misalnya" kalaupun program tersebut berjalan, faktanya hanya bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk penyakit ringan, bukan penyakit akut. Contohnya seperti kasus diatas. Pihak rumah sakit selalu berbelit-belit dan terkesan mempersulit ketika masyarakat miskin khususnya, meminta keringanan pembayaran atas penyakitnya yang berat.
Di sisi yang lain program jamkesmas sendiri masih diliputi permasalahan distribusi yang tidak tepat sasaran. Banyak warga yang seharusnya tidak berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari negara itu, sedangkan warga yang benar-benar miskin tidak mendapatkannya. Soal kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga dirasa masih belum tercapai. Sekarang ini muncul banyak institusi kesehatan yang bersinergt dengan pemodal yakni rumah sakit swasta. Dengan alasan pelayanan yang bermutu serta pengelolaan rumah sakit yang berkualitas, rumah sakit ini biasanya bertarif mahal. Akibatnya hanya masyarakat berduit yang mampu mengaksesnya. Kondisi itu memperlihatkan bahwa masyarakat mengalami pembatasan layanan kesehatan karena faktor ekonominya. Dengan kata lain hak asasi masyarakat atas kesehatan masih saja terbelenggu.


































BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN
III.1.1   Keperawatan
Model akhir analisa pelaksanaan implementasi kebijakan praktik perawat dengan pemenuhan kewajiban perawat dalam praktik dapat dilihat sbb:
Ø Pelaksanaan Kebijakan registrasi dan praktek perawat Kebijakan registrasi baru
Ø Pelaksanaan Kewajiban perawat
Ø Pelaksanaan hak perawat
Ø Pemahaman hukum kesehatan
Ø Pemahaman batas kewenangan perawat

III.1.2. Kebidanan
Kepala BKKBN Sugiri Syarief di tempat terpisah mengatakan, secara kultur sulit jika layanan pemasangan kontrasepsi diberikan hanya pada profesi dokter. Pasalnya perempuan di daerah terkadang sungkan memasang alat kontrasepsi pada laki-laki dan lebih memilih bidan.

III.1.3   Kedokteran
A. Dasar pemikiran undang-undang praktik kedokteran dan dibentuknya KKI.
B.           Pemantauan Lingkungan Situasi Saat Ini
Pada dekade terakhir tidak sedikit permasalahan yang muncul di masyarakat yang diakibatkan antara lain oleh interaksi didalam praktik dokter dan dokter gigi. Pada hakekatnya praktik kedokteran bukan.
C. Harapan dan kebijakan stakeholders.
D.           Konsil Kedokteran Indonesia
1.) Definisi
Di dalam penjelasan umum Undang-Undang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa KKI merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural dan independen yang menjalankan fungsi regulator, terkait dengan peningkatan kemampuan dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
2.) Fungsi
Fungsi utama KK[ menurut Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah fungsi pengaturan, penetapan pengesahan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medik. Fungsi ini mencerminkan tugas KKI yang mencakup:
1.  Registrasi dokter dan dokter gigi;
2.  Pengesahan standar kompetensi dokter dan dokter gigi serta             standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
3.  Pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang        dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
3.) Wewenang
Di dalam menjalankan tugasnya KKI mempunyai wewenang:
1.  Menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
2.  Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
3. Mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
4.  Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigI.
5.  Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.
6.  Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi profesi; dan
7.  Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.
4.) Peran
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa peran KKI adalah sebagai regulator dan auditor baik dalam bidang pendidikan profesi, registrasi dan pembinaan praktik dokter dan dokter gigi.
5.) Struktur Organisasi
KKI terdiri atas Konsil Kedokteran (KK) dan Konsil Kedokteran Gigi (KKG). Anggota KKI terdiri dart 17 orang yang mewakili pihak-pihak yang mendapat amanah dari Undang-Undang Praktik Kedokteran yaitu organisasi profesi dan kolegium, institusi pendidikan, rumah sakit pendidikan, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional dan wakil masyarakat.


E. Strategi Utama Dan Sasaran
Strategi utama (Grand Stategy) mencerminkan kegiatan utama KKI dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan ini merupakan terobosan dalam mencapai sasaran KKI. Strategi utama dan sasaran KKI juga mengacu pada Visi dan Misi KKI yang tertera pada bab IV.
Strategi Utama KKI
1. Menerapkan sistem registrasi & monitoring dokter dan dokter gigi secaxa online di seluruh Indonesia.
Sasaran:
1.1 Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran telah teregistrasi dan terjamin kompetensinya.
1.2 Sistem monitoring dokter dan dokter gigi berfungsi secara efektif dan online di seluruh Indonesia.
2.  Menegakkan profesionalisme dokter dan dokter gigi dalam praktik kedokteran.
Sasaran:
2.1 Setiap dokter dan dolter gigi menerapkan profesionalisme dalam praktik kedokteran.
2.2 Setiap pasien memperoleh jaminan praktik kedokteran yang aman.
3. Memastikan penerapan standar nasional pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.
Sasaran:
3.1 Setiap institusi pendidikan dokter dan dokter gigi telah menerapkan standar nasional pendidikan profesi.
3.2 Setiap dokter dan dokter grgl yang melaksanakan praktik kedokteran mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan Kedokteran dan Kedokteran Gigi.
3.3 Setiap perkembangan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran          gigi di Indonesia memenuhi rambu dan aturan yang jelas.
           
4.  Meningkatkan kemitraan dengan organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah untuk menerapkan praktik kedokleran yang melindungr masyarakat.
Sasaran:
4.1 Seluruh masyarakat menyadari hak dan kewajibannya, memperoleh perlindungan hukum dalam praktik kedokteran.
4.2 Setiap dokter dan dokter gigi memperoleh kepastian hokum dalam menjalankan praktik kedokteran.
4.3 setiap organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah menjalankan perannya dalam melaksanakan
       UU Praktik Kedokteran
       20 Renstra KKI 2005 -2OIO

III.2.   SARAN
Ø Untuk mendapatkan hasil maksimal pelayanan oleh masyarakat maka hendaklah pemerintah ngasih progam khusus untuk pendidikan perawat,bidan dan dokter. Karna pemerintah juga sangat berperan penting,dan pemerintah ngasih fasilitas yang maksimal untuk bidang tersebut. Dan para perawat,bidan dan dokter juga harus banyak berajar bagaimana cara menjadi orang profesional.




























DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia Nutrition Network, (2002). Model Praktik Perawatan Profesional,          [internet] tersedian dalam htfp:/ / gizi-net.org [Diakses 30 Januari 20081
2. Sutoto. (2006) Mengapa Tidak boleh Praktek di Rumah?,Suara Merdeka 20           februari. Banyumas.
3. Supranto, J (2004). Analisa Multivariat Arti dalam Interpretasi. Rineke EGC.           Jakarta.
4. Rahajo J. Setiajadji . (20AD Aspek huhm pelayanan kesehaton' (Ed. 1). CV   Cipta Usaha Makmur. Surabaya Priharjo R' (1995) Prafuik Keperawatan   Profesional Konsep dasar dan Hukum' EGC' Jakarta.
5. Karbala H.,SH.,CH (2007) Huftum Keshatan, Naskah di presentasilan dalam            Petatihon Huh'm Kesehatan FH.UI LPLIH' Jakarta.
6. Sutriyanti. (2003) Tingkat adopsi Kepmenkes N Nomor 1239 tahun 2001 tentang registasi dan praWik petrwat dari poro perawat lulusan D3      Keperawatan di Kabupaten Reiang Lebong-Benghtlu. Unpublished post     graduate Thesis. Program Studi ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana      UGM. Yogyakarta.
7. Kovner. (1995) Health Care Delivery In The United State. Springer Fublishing       Company. New York.
8.  Mundinger . (1994) Mo.Advonced'Practice Nurs ing-Good Medicine for     Physicians. The New England Jurnal of Medicine. 330 : 211-214-
9.  Kuntjoro Ti.,(2007) Regulasi Kesehatan di Indonesia.Andi. Yogyakarta.
10.  Poernomo B. (2002) Hukum Keselntan, Hands Books Mata Kuliah,Minat             Magister Manajemen Rumah sakit. Pascasarjana IKM. Yogyakarta.
11.  Yukill, G. (1999). Leadership in Organization. Oxford University Press- New        York Oxford.
12.  Landeweerd B. (1994) The Effect of Work Dimention and Need For Autonomy on Nurse's Work Satisfaetion and Heakh.Jwnalof Occupation and        Organizational Psycholory (1994). 67 :2007'217 -
13. Nursalim. (2001) Proses & Dokumentasi Keperowatan (Konsep dan Prahik)       First nd. Salemba Medika. Jakarta.
14. Monic L. La (1998) Kepemimpinan dan Meneiemen Keperawatan, had
15. Riduwan, (2004) Metoda dan TeHmik menyusun lesis, Cetakan Ke 1 Alfabet.       Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar